Keluarga Sakinah itu Saling memberi dukungan, Ruang dan Memberdayakan

1. Makna Sakinah

Istilah sakinah dalam Alquran dipakai untuk menggambarkan sebuah kenyamanan dalam keluarga. Istilah ini memiliki akar kata yang sama dengan “sakanun” yang berarti tempat tinggal. Dengan kata lain, Alquran menggunakan istilah ini untuk menyebutkan tempat berlabuhnya setiap anggota keluarga dalam suasana yang nyaman dan tenang. Sehingga, keluarga menjadi lahan subur bagi tumbuhnya rasa cinta kasih  (mawaddah wa rahmah) di antara sesama anggotanya.

Untuk mencapai keluarga yang sakinah bagi setiap anggotanya, Nabi Muhammad saw. telah mencontohkan dalam kehidupan keluarga besarnya. Nabi telah berhasil membina keluarga yang sakinah dan membentuk generasai yang berguna bagi masyarakatnya. Hal ini tidak lain, karena Nabi senantiasa membuka kesempatan bagi setiap anggota keluarganya untuk menjalankan perannya secara maksimal. Kepada istri dan putra-putrinya, Nabi senantiasa memberi ruang bagi mereka untuk “berdaya” tidak hanya bagi keluarga tapi untuk seluruh umatnya.

2. Perempuan Lebih Berperan

Sejarah mencatat, Nabi Muhammad saw. tidak berpoligami saat masih berdampingan dengan Siti Khadijah, sampai istri tercinta Nabi ini wafat. Ini karena sosok Khadijah yang luar biasa. Sebagai istri, ia benar-benar memahami jiwa dan profesi suaminya. Sayyidah Khadijah, mendukung Nabi dengan mengor- bankan seluruh harta-bendanya; menyumbang- kan pikiran dan gagasannya untuk perjuangan Rasulullah.

Sosok Khadijah Al-Kubra ini bisa dijadikan uswah bagi perempuan, khususnya kaum ibu. Bagaimana Khadijah menjadi perempuan, istri, sekaligus sahabat yang tegar bagi Nabi di saat senang maupun duka. Peran yang diembannya sangat besar dalam membentuk keluarga sakinah, sekaligus masyarakat yang berangsur-angsur berubah menjadi masyarakat yang sejahtera, berkat upaya dan dakwah Nabi.
Dalam QS. Ar-Ruum: 21 terdapat keterangan, “supaya kalian memperoleh atau merasakan sakinah,” yang merupakan arti dari kalimat “litaskunu”. Dengan demikian, sakinah bisa jadi ada dalam diri perempuan. Karenanya, seorang suami harus menjaga sumber sakinah tersebut, tidak lantas “menyakiti” agar sumber itu tetap terjaga, serta mengaliri ke semua anggota keluarga.

3. Tetap Sakinah walau Dilanda Masalah

Selain setiap anggota keluarga mengetahui peran, hak, dan kewajibannya, keluarga yang sakinah juga harus bisa meredam emosi dan pertikaian. Rasulullah saw. bersabda, “Laki-laki yang terbaik dari umatku adalah orang yang tidak menindas keluarganya, menyayanginya dan tidak berlaku zalim pada mereka.”

Dalam sebuah riwayat, suatu hari seorang sahabat menghadap Nabi saw. dan berkata, “Ya Rasulullah, aku mempunyai seorang istri yang selalu menyambutku ketika aku datang dan menghantarkanku saat aku keluar rumah. Jika ia melihatku termenung, ia sering menyapaku dengan mengatakan, “Ada apa denganmu? Apa yang kau risaukan? Jika rizkimu yang kau risaukan, ketahuilah rizkimu ada di Tangan Allah. Tapi jika yang kau risaukan adalah urusan akhirat maka semoga Allah menambah rasa risaumu.” Setelah mendengar cerita sahabat itu, Nabi bersabda, “Sampaikan kabar gembira pada istrimu tentang surga yang sedang menunggunya.  Katakan padanya, ia temasuk salah satu pekerja Allah. Allah mencatat setiap hari baginya pahala tujuh puluh syuhada.” (Makarimul Akhlaq: 200)

Tak dipungkiri, dalam perjalan rumah tanggga banyak permasalahan yang terjadi tanpa terduga-duga. Misalnya saja, Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK yang tiba-tiba dialami oleh istri atau suami, bisa menimbulkan petaka dalam keluarga. Persoalan kebutuhan perut yang tak bisa ditunda ini sering jadi konflik, yang bisa berujung pada perceraian. Bahkan tak sedikit dari cerita orang, masalah seperti ini yang terus mendera sebuah keluarga bisa menyebabkan orang bunuh diri. Suami membunuh istri atau bahkan ibu meracun anak-anaknya.

Dalam masa-masa sulit seperti ini, baik istri maupun suami harus mampu berperan dan menyikapi keadaan. Masing-masing harus saling dapat menghibur, memberi nasehat, dan saling mengingatkan untuk bersabar. Tidak lantas, suami-istri larut dalam pertengkaran karena takut miskin dan lapar. Ketegangan di antara keduanya justru akan menjauhkan keluarga dari menemukan jalan keluar.

Pepatah bijak mengatakan, “jangan menghadapi persoalan dengan bertengkar, itu akan menjauhkan diri dari rizki dan rahmat Tuhan”.  Karenanya, untuk membangun keluarga yang sakinah hendaknya suami-istri mampu mengendalikan diri, mengatasi kemarahan, dan dapat menempatkan persoalan yang di hadapi dengan kejernihan akalnya. Bila istri adalah sebagai pencari nafkah, istri harus dapat menjaga perasaan suami yang sedang terkena PHK, dan sebaliknya. Hindari perasaan bahwa istri lah satu-satunya yang mampu mencari nafkah. Sebab, apa yang diperoleh baik melalui istri ataupun suami, adalah rizki yang diperuntukkan oleh Tuhan bagi keluarga tersebut untuk tetap sakinah.

Bukankah kunci keluarga sakinah itu saling menguatkan, menghormati, mengasihi, menjaga, dan menerima? Pengertian semua anggota keluarga juga dibutuhkan untuk menghadapi badai masalah yang sedang melanda.  Termasuk dalam hal ini, masing- masing anggota keluarga saling memberdayakan dan memberi ruang seperti yang dicontohkan Nabi saw. dan keluarga. Dengan begitu,“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Demikianlah janji Allah swt. pada setiap hambanya; setiap keluarga yang ingin mencapai sakinah, mawaddah wa rahmah. Semoga kita bisa meraihnya, untuk mencapai bahagia dunia-akhirat.  Wallahua’lam.
Back To Top