“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-NYa ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri (suami-suami) dari jenismu sendiri,supaya kamu mendapatkan kehidupan yang tentram (sakinah),dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih saying. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum : 30)
Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi sakinah ada dua faktor, yaitu mawaddah dan rahman. Dalam bahasa Indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih saying. Mawaddah lahir dari sesuatu yang bersifat jasmani ( kecantikan,kegagahan) sedangkan rahmah lahir dari sesuatu yang bersifat rohani (hubungan batin). Dalam pergaulan suami istri,kedua faktor itulah yang berperan.
Pada pasangan muda dimana yang laki-laki masih gagah dan wanita masih cantik,faktor mawaddahlah yang dominan. Sedangkan pada pasangan tua tatkala laki-laki tidak gagah lagi dan wanita tidak cantik lagi, yang lebih dominan adalah faktor rahmah. Kita tidak boleh mengabaikan salah satu dari dua faktor tersebut. Yang ideal adalah,kalau kedua faktor tersebut berjalan bersama-sama. Karena membina keluarga sakinah tidaklah hanya cukup dengan modal cinta dalam pengertian mawaddah (keterikatan karena fisik) semata, maka ikutilah bimbingan yang diberikan Rasulullah SAW tentang kriteria yang dipakai laki-laki dalam menentukan calon istri, atau sebaliknya bagi calon wanita untuk menerima atau menolak khitbah seorang pria.
Islam sebagai dinul fitrah telah mensyari’atkan pernikahan agar manusia dalam hidup ini terjaga keselamatan akhlak dan terpenuhi panggilan fitrah serta naluri mereka. Karena Islam telah mensyari’atkan pernikahan,maka tidak boleh tidak,bahkan haram bagi seorang muslim menghindari pernikahan,sekalipun dengan niat untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah SWT,terutama jika dia telah memiliki syarat-syarat pernikahan.
“Ketika Rasulullah SAW mengetahui Ukkaf bin Wada’ah Al Hilaly tidak mau kawin, beliau bertanya ,“ Apakah engkau mempunyai istri wahai Ukkaf?” Ukkaf menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Tidak pula budak perempuan?” Ukkaf menjawab “Tidak”. “Padahal kamu orang yang sehat dan kaya,” tanya Rasulullah SAW. Ukkaf menjawab : “Benar dan Alhamdulillah.” Beliau bersabda :”Berarti kamu termasuk teman-teman syaitan. Kamu memilih mengikuti pendeta Nashara sehingga masuk golongan mereka ataukan kamu menjadi golongan kami..”
Islam menolak sistem kependetaan,karena hal itu tidak cocok dengan fitrah manusia sebagai makhluk biologis,disamping bertentangan dengan sunnatullah yang berlaku atas makhluk-Nya. Islam memandang hidup membujang menandakan lemah iman,karena kehidupan semacam itu lebih sukar untuk bisa stabil. Ia belum melengkapi separuh dari agamanya,sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini :
“Barang siapa yang diberi rizki seorang wanita shalihah oleh Allah SWT,maka ia telah menolong atas separuh agamanya,maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam separuh yang lain.” (Hadist Syarif)
Meskipun orang yang hidup membujang itu mampu istiqomah,aktif melakukan shalat dan puasa,namum sebagai manusia ia tetep mengalami gejolak kejiwaan yang akan sering menggelitik kebersihan hati kala beribadah kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda : “Dua rekaat irabg yang sudah nikah lebih baik daripada shalat tujuh puluh rekaat orang yang tidak/belum menikah.” (Hadist syarif)
PERSIAPAN MENYONGSONG PERNIKAHAN
Beberapa faktor yang perlu dipersiapkan oleh seorang muslim dan muslimah dalam menyongsong pernikahan, diantaranya :
1. Persiapan Ruhiyyah (Keimanan)
Persiapan ini bersifat pribadi,menyangkut penggemblengan aqidah. Pernikahan ibarat sebuah sampan yang dipakai mengarungi samudera kehidupan yang luas dan penuh tantangan. Tegar tidaknya sepasang suami istri dalam menghadapi cobaan rumah tangganya,sangat tergantung dari kwalitas keimanan keduanya. Salah satu faktor penting dalam hal ini adalah aspek keikhlasan menjalani hidup berkeluarga. Ikhlas adalah kunci utama ibadah. Karena pernikahan dalam kehidupan seorang muslim dan muslimah adalah termasuk ibadah,maka ia pun menuntut penyertaan niat ikhlas tersebut. Pernikahan yang dilandasi keikhlasan akan mampu melahirkan generasi shalih dan shalihah,disamping akan berfungsi sebagai al Manar (menara/mercusuar) bagi penyebaran nilai-nilai Islam di masyarakat.
2. Persiapan Fikriyyah (Pemikiran)
Seorang muslim sebelum melangkah ke jenjang pernikahan harus menguasai konsep dan hukum-hukum serta tata cara pernikahan Islami,sesuai dengan kapasitasya. Disamping itu penguasaan terhadap hak dan kewajiban suami isteri mutlak diperlukan. Bahkan sebagian ulama berpendapat,makruh, orang yang yang menikah sementara ia belum menguasai fiqh manakahat (seluk beluk pernikahan).
3. Persiapan Maaliyah (Harta)
Harta khususnya dalam kehidupan rumah tangga memegang porsi penting dalam rangka mencapai kebahagiaan,meskipun ia bukan satu-satunya penyebab kebahagiaan. Islam mensyaratkan agar seorang muslim berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Maka seorang calon suami khususnya, wajib menyiapkan hal ini. Karena tanggung jawab nafkah,ada dipundaknya.
Akan tetapi, jangan sampai karena alas an belum adanya harta yang banyak menyebabkan seseorang menunda-nunda pernikahannya,yang justru akan merugikan kehidupannya sendiri. Yakinlah selama kita berusaha yang benar dan bertakwa kepada Allah, rizki akan diberikan kepada kita.
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan diberi jalan keluar (dari permasalahannya) dan diberi rizki dari arah yang tidak di duga-duga.” (QS. At Thalaq : 2-3)
4. Persiapan Jasadiyyah (Fisik)
Aspek fisik punya andil besar dalam pencapaian kebahagiaan keluarga. Suami,isteri dan anak-anak yang sehat sangat dihargai dalam Islam. Persoalan yang harus dihadapi dalam rumah tangga kadangkala banyak menyita energy. Akibatnya,seorang yang terbiasa santai dan selalu dilayani semasa bujangnya,sering kurang siap menghadapi kesibukan-kesibukan setelah berumah tangga. Hal ini,disadari atau tidak akan menjadi virus yang akan membahayakan keharmonisan kehidupan rumah tangga. Untuk itu selain menjaga kesehatan,penguasaaan ketrampilan yang bersifat jasmani perlu dikuasai oleh calon suami isteri.
Semoga artikel ini mampu mengubah para bujang untuk segera menuju gerbang pernikahan,sehingga segera mempercepat terbentuknya rumah tangga Islam guna menyiapkan generasi shalih dan shalihah.
Dalam ayat diatas Allah SWT menjelaskan bahwa yang berperan membuat keluarga menjadi sakinah ada dua faktor, yaitu mawaddah dan rahman. Dalam bahasa Indonesia padanan kedua kata itu adalah kasih saying. Mawaddah lahir dari sesuatu yang bersifat jasmani ( kecantikan,kegagahan) sedangkan rahmah lahir dari sesuatu yang bersifat rohani (hubungan batin). Dalam pergaulan suami istri,kedua faktor itulah yang berperan.
Pada pasangan muda dimana yang laki-laki masih gagah dan wanita masih cantik,faktor mawaddahlah yang dominan. Sedangkan pada pasangan tua tatkala laki-laki tidak gagah lagi dan wanita tidak cantik lagi, yang lebih dominan adalah faktor rahmah. Kita tidak boleh mengabaikan salah satu dari dua faktor tersebut. Yang ideal adalah,kalau kedua faktor tersebut berjalan bersama-sama. Karena membina keluarga sakinah tidaklah hanya cukup dengan modal cinta dalam pengertian mawaddah (keterikatan karena fisik) semata, maka ikutilah bimbingan yang diberikan Rasulullah SAW tentang kriteria yang dipakai laki-laki dalam menentukan calon istri, atau sebaliknya bagi calon wanita untuk menerima atau menolak khitbah seorang pria.
Islam sebagai dinul fitrah telah mensyari’atkan pernikahan agar manusia dalam hidup ini terjaga keselamatan akhlak dan terpenuhi panggilan fitrah serta naluri mereka. Karena Islam telah mensyari’atkan pernikahan,maka tidak boleh tidak,bahkan haram bagi seorang muslim menghindari pernikahan,sekalipun dengan niat untuk beribadah dan taqarrub kepada Allah SWT,terutama jika dia telah memiliki syarat-syarat pernikahan.
“Ketika Rasulullah SAW mengetahui Ukkaf bin Wada’ah Al Hilaly tidak mau kawin, beliau bertanya ,“ Apakah engkau mempunyai istri wahai Ukkaf?” Ukkaf menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya lagi, “Tidak pula budak perempuan?” Ukkaf menjawab “Tidak”. “Padahal kamu orang yang sehat dan kaya,” tanya Rasulullah SAW. Ukkaf menjawab : “Benar dan Alhamdulillah.” Beliau bersabda :”Berarti kamu termasuk teman-teman syaitan. Kamu memilih mengikuti pendeta Nashara sehingga masuk golongan mereka ataukan kamu menjadi golongan kami..”
Islam menolak sistem kependetaan,karena hal itu tidak cocok dengan fitrah manusia sebagai makhluk biologis,disamping bertentangan dengan sunnatullah yang berlaku atas makhluk-Nya. Islam memandang hidup membujang menandakan lemah iman,karena kehidupan semacam itu lebih sukar untuk bisa stabil. Ia belum melengkapi separuh dari agamanya,sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini :
“Barang siapa yang diberi rizki seorang wanita shalihah oleh Allah SWT,maka ia telah menolong atas separuh agamanya,maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam separuh yang lain.” (Hadist Syarif)
Meskipun orang yang hidup membujang itu mampu istiqomah,aktif melakukan shalat dan puasa,namum sebagai manusia ia tetep mengalami gejolak kejiwaan yang akan sering menggelitik kebersihan hati kala beribadah kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda : “Dua rekaat irabg yang sudah nikah lebih baik daripada shalat tujuh puluh rekaat orang yang tidak/belum menikah.” (Hadist syarif)
PERSIAPAN MENYONGSONG PERNIKAHAN
Beberapa faktor yang perlu dipersiapkan oleh seorang muslim dan muslimah dalam menyongsong pernikahan, diantaranya :
1. Persiapan Ruhiyyah (Keimanan)
Persiapan ini bersifat pribadi,menyangkut penggemblengan aqidah. Pernikahan ibarat sebuah sampan yang dipakai mengarungi samudera kehidupan yang luas dan penuh tantangan. Tegar tidaknya sepasang suami istri dalam menghadapi cobaan rumah tangganya,sangat tergantung dari kwalitas keimanan keduanya. Salah satu faktor penting dalam hal ini adalah aspek keikhlasan menjalani hidup berkeluarga. Ikhlas adalah kunci utama ibadah. Karena pernikahan dalam kehidupan seorang muslim dan muslimah adalah termasuk ibadah,maka ia pun menuntut penyertaan niat ikhlas tersebut. Pernikahan yang dilandasi keikhlasan akan mampu melahirkan generasi shalih dan shalihah,disamping akan berfungsi sebagai al Manar (menara/mercusuar) bagi penyebaran nilai-nilai Islam di masyarakat.
2. Persiapan Fikriyyah (Pemikiran)
Seorang muslim sebelum melangkah ke jenjang pernikahan harus menguasai konsep dan hukum-hukum serta tata cara pernikahan Islami,sesuai dengan kapasitasya. Disamping itu penguasaan terhadap hak dan kewajiban suami isteri mutlak diperlukan. Bahkan sebagian ulama berpendapat,makruh, orang yang yang menikah sementara ia belum menguasai fiqh manakahat (seluk beluk pernikahan).
3. Persiapan Maaliyah (Harta)
Harta khususnya dalam kehidupan rumah tangga memegang porsi penting dalam rangka mencapai kebahagiaan,meskipun ia bukan satu-satunya penyebab kebahagiaan. Islam mensyaratkan agar seorang muslim berpenghasilan untuk mencukupi kebutuhannya. Maka seorang calon suami khususnya, wajib menyiapkan hal ini. Karena tanggung jawab nafkah,ada dipundaknya.
Akan tetapi, jangan sampai karena alas an belum adanya harta yang banyak menyebabkan seseorang menunda-nunda pernikahannya,yang justru akan merugikan kehidupannya sendiri. Yakinlah selama kita berusaha yang benar dan bertakwa kepada Allah, rizki akan diberikan kepada kita.
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, akan diberi jalan keluar (dari permasalahannya) dan diberi rizki dari arah yang tidak di duga-duga.” (QS. At Thalaq : 2-3)
4. Persiapan Jasadiyyah (Fisik)
Aspek fisik punya andil besar dalam pencapaian kebahagiaan keluarga. Suami,isteri dan anak-anak yang sehat sangat dihargai dalam Islam. Persoalan yang harus dihadapi dalam rumah tangga kadangkala banyak menyita energy. Akibatnya,seorang yang terbiasa santai dan selalu dilayani semasa bujangnya,sering kurang siap menghadapi kesibukan-kesibukan setelah berumah tangga. Hal ini,disadari atau tidak akan menjadi virus yang akan membahayakan keharmonisan kehidupan rumah tangga. Untuk itu selain menjaga kesehatan,penguasaaan ketrampilan yang bersifat jasmani perlu dikuasai oleh calon suami isteri.
Semoga artikel ini mampu mengubah para bujang untuk segera menuju gerbang pernikahan,sehingga segera mempercepat terbentuknya rumah tangga Islam guna menyiapkan generasi shalih dan shalihah.
Tag :
Keluarga idaman